Kamis, 20 Februari 2014

Tradisi Masyarakat Surabaya

Tradisi Megengan

tradisi magengan


Dimulai dari tempat Tinggal Penulis. Di Surabaya, menjelang Ramadhan ada tradisi yang disebut ‘Megengan’. Konon, tradisi ini dimulai dari kawasan Ampel, di sekitar Masjid Ampel, Surabaya. ‘Megengan’ ditandai dengan makan apem, semacam serabi tebal berdiameter sekitar 15 senti, dibuat dari tepung beras. Apemnya nyaris tawar, seperti kue mangkok yang dipakai warga keturunan Tionghoa untuk sembahyangan menjelang Imlek.

Diduga nama apem atau apam berasal dari kata afwan dalam bahasa Arab yang berarti maaf. Tradisi makan apem ini untuk memaknai permintaan maaf kepada sesama saudara, kerabat, dan teman. Sebetulnya, yang terjadi bukanlah sekadar tradisi makan apem, melainkan melaksanakan selamatan atau tahlilan dengan hidangan apem dan pisang raja untuk mendoakan arwah saudara dan kerabat yang telah meninggal, sekaligus minta maaf. Setelah tahlilan, apem dan pisang dibagikan kepada semua keluarga dan tetangga.

Tradisi 'Megengan' Juga ada yang menyebutnya dalam bahasa Jawa disebut 'nyekar' biasanya saat warga mendekati puasa Ramadhan. Ribuan peziarah pergi, tiba untuk mengirim doa kepada keluarga dan kerabat mayat dapat diterima dan diampuni dosa-dosanya dan diterima di Allah SWT.
"Mengunjungi atau ziarah ke makam orang tua sebagai anak yang berbakti dan keturunan cucu. Karena ada pepatah, amal yang tidak terputus bahkan jika anak tersebut sudah mati adalah doa kepada orang tuanya, "
Masyarakat Jawa masih percaya doa-doa yang disampaikan pada Tradisi 'Megengan' atau 'nyekar' Tuhan Yang Maha Kuasa akan diberikan. Doa yang ditawarkan doa untuk leluhur yang telah meninggal dan untuk keselamatan anak-anak dan keturunan selanjutnya hidup di dunia dan akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar