Gedung Nasional Indonesia Surabaya
Gedung Nasional Indonesia
dilihat dari samping depan, dengan patung Dr. Soetomo. Beberapa pohon
palem tampak menghias halaman gedung yang masih kelihatan terawat baik
itu.
Sebuah tengara Gedung Nasional Indonesia di bawah patung Dr. Soetomo, berbunyi “Senantiasa berjuang kemuka jurusan kita, dengan tiada memperdulikan sendirian dan cela, bahkan tiada menyesali kehilangan dan keluarganya yang harus menderita dari barang-barang yang menyenangkan hidup kita sendiri”, diambil dari kutipan kata-katanya pada 11 Juli 1925.
Soetomo lahir di Desa Ngepeh, Nganjuk, pada 30 Juli 1888 dari pasangan Raden Soewadji dan Raden Ayu Soedarmi. Sejak kecil Soetomo diasuh oleh nenek dan kakeknya di Ngepeh, karena ayahnya bekerja sebagai pegawai negeri di Jombang didampingi ibunya.
Namun karena dimanja kakek neneknya, Soetomo baru mau bersekolah di Bangil, Pasuruan, ketika berusia 8 tahun setelah berhasil dibujuk dan ikut bersama Raden Hardjodipuro, pamannya. Di sekolah dasar Soetomo selalu berada di peringkat teratas, lulus pada 1902, dan setahun kemudian masuk Stovia (Sekolah Kedokteran) di Jakarta.
Tugu tengara di bagian kanan halaman Gedung Nasional Indonesia yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, berbunyi “Semenjak berdirinya pada zaman Belanda gedung ini menjadi pusat pergerakan nasional. Pada 25-27 Agustus 1945 Komite Nasional Indonesia dan BKR dibentuk di gedung ini. Juga digunakan untuk mempersiapkan Rapat Samodra bersejarah menentang larangan Kenpeitai di Tambaksari 21 September 1945.”
Tengara lain yang cukup menarik di Gedung Nasional Indonesia yang berbunyi ‘Batoe Pertama dari Pagar “Gedong Nasional Indonesia” terpasang oleh Kaoem Istri Indonesia pada 13 Juli 1930. Peringetan ini terpasang oleh Dames Congressisten P.P.I.I. pada 13 December 1930′
Tengara di dalam ruang pendopo Gedung Nasional Indonesia, ditulis dengan ejaan lama, berbunyi “Kami Bangsa Indonesia sadar, bahwa para Pahlawan telah menjumbangkan bagiannja jang njata pada tertjapainja kemerdekaan nusa dan bangsa. Maka atas djasa para pahlawan itu Bangsa Indonesia dengan penuh chidmat dan hormat mempersembahkan suatu bangunan sebagai tanda terima kasih dan penghargaan jang setinggi-tingginja. Djakarta 17 Agustus 1964, atas nama Bangsa Indonesia, Pemimpin Besar Revolusi, Soekarno’
Tengara di sebelah tengara Gedung Nasional Indonesia sebelumnya, berbunyi “Gedung Nasional Indonesia (1934). Tempat pusat pergerakan nasional Partai Indonesia Raya (Parindra) dibawah pimpinan dr. Soetomno, tempat pembentukan Komisi Nasional Indonesia (KNI) dan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Propinsi Jawa Timur, Karesidenan dan Kota Surabaya, serta pembentukan Pemuda Putri Republik Indonesia (PPRI) dan salah satu lokasi terjadinya pertempuran 10 November 1945 antara Arek-arek Suroboyo dan tentara Sekutu”
Pada 20 Mei 1908, dr. Soetomo mendirikan Boedi Oetomo bersama dengan dr. Wahidin Sudirohusodo, dr. Radjiman Wedyodiningrat, dr. Soeradji Tirtonegoro, dr. M Soelaiman, dr. R Tirtokusumo, dr. M Goembrek, dr. Angka Prodjosoedirdjo, dr. Moch Saleh, dr. Gunawan Mangunkusumo, dr. Cipto Mangunkusumo, dr. M Soewarno dan dr Gondo Soewarno. Ia dipercaya menjadi ketuanya. Tanggal berdirinya Boedi Oetomo ini kemudian ditetapkan pemerintah sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Boedi Oetomo menyelenggarakan Konggres I di Yogyakarta pada 3-5 Oktober 1908. Setahun kemudian anggotanya telah mencapai jumlah 10.000 orang.
Pendopo luas Gedung Nasional Indonesia yang ditopang oleh pilar-pilar kayu.
Soetomo menyelesaikan pendidikan kedokterannya pada 1911 dan bertugas berturut-turut di Semarang, Batavia, Lubuk Pakam, Kepanjen Malang, Magetan, Baturaja, dan pada 1917 dipindahkan ke Blora dimana ia menikah dengan Evardina Johanna Broering, seorang perawat berkebangsaan Belanda.
Tahun 1919 dr. Soetomo mendapat tugas belajar di Universitas Amsterdam. Ia pun aktif serta menjadi ketua di Perhimpunan Indonesia. Setelah mendapat Diploma Europeech Aertsen pada 1923, Dr Soetomo bekerja pada Prof. Mendes da Costa di Amsterdam, lalu menjadi asisten Ilmu Dermatologi untuk Prof. Dr. Unma di Hamburg, dan memperdalam penyakit kulit dan kelamin pada Prof. Plaut di Weenen Paris, sebelum akhirnya pulang dan tinggal di Surabaya.
Pada 11 Juli 1924, Dr. Soetomo mendirikan Pandu Bangsa Indonesia (Indonesische Studie Club). PBI dengan Boedi Oetomo kemudian bergabung membentuk Parindra pada 1935, dan pada 15 Mei 1937 diselenggarakan Konggres pertama dimana Dr. Soetomo terpilih sebagai ketuanya.
Area Gedung Nasional Indonesia sekaligus menjadi tempat disemayamkannya jenazah Dr. Soetomo, yang wafat pada 30 Mei 1938 dalam usia 50 tahun, setelah menderita sakit sekitar dua tahun. Letak makamnya berada di bagian belakang Gedung Nasional Indonesia.
Bendera merah putih di makam Dr. Soetomo. Pemakamannya di area Gedung Nasional Indonesia kabarnya dihadiri ribuan pelayat yang ingin memberikan penghormatan terakhir kepadanya.
Gedung Nasional Indonesia
merupakan sebuah tempat bersejarah di Surabaya yang tidak bisa
dipisahkan dengan kegiatan dan peran penting yang disumbangkan Dr.
Soetomo dalam pergerakan politik untuk memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia.
Pada 27 Desember 1961, Dr. Soetomo ditetapkan sebagai Pahlawan
Nasional melalui SK. Presiden Republik Indonesia No. 657 tahun 1961.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar